Dua puluh dua Maret 2015. Ba'da maghirb suara hujan mulai terdengar deras. Sesuatu menggelayut di pikiranku sejak siang tadi. Membawa jemari ini mengungkapkan rasaku.
Tengah hari saat nyawa masih setengah belum sadar seorang teman menelpon mengajak jalan keluar. "Gua lagi ga punya duit nih, ga bisa jalan"
"Yah elu mah gitu. Ayo ke semanggi"
"Lo ke kosan gua aja"
"Ke semanggi aja, udah lama ga kesana"
"Tapi seriusan gw ga ada duit"
"Ya udah deh kalo lo ga mau... da.... eh assalamualaikum."
"Yo... waalaikum salam."
Selalu itu alasanku. Ga punya duit. Ya maaf teman-teman aku kan harus nabung. Aku ingin menikah secepatnya tidak seperti kalian yang merencanakan beberapa tahun lagi. Aku ingin di tahun ini. Ya di usia 22 ku. Aku bukan dari keluarga kaya yang akan membiaya segala pestaku. Aku hanya mengandalkan diriku sendiri. Bukan kah setiap wanita punya mimpi yang indah pada hari pernikahannya? Aku juga menginginkannya makanya aku menghemat pengeluaranku dengan tidak sering hang out. Bayangkan saja sekali hangout pastilah paling tidak seratus ribu keluar.
Saat menceritakan ini kepada pacarku dia malah merasa kasihan. Dua hari libur hanya aku lewatkan di rumah saja. Apa aku tidak bosan. Tentu aku tidak bosan karena pada hakikatnya aku orang rumahan yang senang mengunci diri di kamar. Tapi mendegar dia mengasihaniku aku berpikir segitunya kah? Apakah bagi orang lain hidupku tidak menyenangkan?
Baiklah memasuki dua puluh dua tahun, tidak banyak foto yang memenuhi galeriku yang menceritakan perjalan kesana kemari membuat pengalaman baru, berkumpul dengan teman-teman, mengejar artis-artis korea, mengunjungi tempat unik. Tidak ada. Tapi bukan berarti aku tidak menyukai dua puluh dua ku.
Di awal dua puluh dua memang banyak tangisan karena pekerjaan. Aku lelah dengan jobdesc yang tidak aku suka tapi tetap harus aku lakukan. Lelah juga karena atasan yang tidak menunjukan sikap baiknya walaupun aku sudah berusaha dengan baik. Merasa tidak dihargai. Namun semua membaik seiring berjalannya waktu. Aku mendapatkan jobdesc yang sesuai minatku dan perubahan sikap dari atasanku. Sejauh ini aku menilai baik-baik saja dunia karirku. Aku terus belajar mengasah kemampuanku disini. Nantinya pasti pengalam kerjaku dapat menaikkan nilaiku.
Sebuah hal umum jika setelah kelulusan akan sulit untuk berkumpul dengan sahabat. Tidak mudah mengumpulkan reman-teman utuh satu genk tidak seperti dulu yang kemana mana bareng bahkan ke toiletpun berombongan. Waktu tidak lagi flexibel, setiap orang punya urusannya masing-masing. Aku pun menganggapnya sebagai hal yang biasa, toh aku juga tidak mati gaya tanpa mereka walaupun aku merindukan saat-saat bersama mereka. Miss You All.....
Aku menyadari, dua puluh dua merupakan masa peralihan yang mendewasakanku. Terimakasih Tuhan atas dua puluh dua yang kau berikan. Terus berkahi aku di usia selanjutnya....